Halo!

Saya baru saja pulang dari menjalani program selama 52 hari Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program!

Ship for Southeast Asian Youth Program (SSEAYP) merupakan salah satu Program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). SSEAYP pertama kali dimulai pada tahun 1974 berlandaskan kesepakatan (joint statement) antara negara Jepang dan lima negara anggota ASEAN pada saat itu, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand.

Program SSEAYP sendiri terbagi menjadi dua jenis kegiatan yaitu, kegiatan di atas kapal (Onboard Activities) dan kunjungan ke negara Jepang dan negara negara Asia Tenggara (Country Program) yang berbeda setiap tahunnya.
Onboard Activities terdiri dari:

  • Discussion Group
  • Club Activities
  • Solidarity Group
  • Voluntary Activities
  • National Presentation
  • Flag Hoisting
  • Welcoming Ceremony
  • Courtesy Call and Receptions, 
  • Institutional Visits
  • Interaction with Local Youth
  • Welcoming Dinner
  • Country Performance
  • Homestays
  • Farewell Ceremony
Tujuan dari SSEAYP sendiri adalah untuk membangun prinsip kesepahaman antara peserta dari 11 negara dan juga membangun persahabatan melalui pertukaran budaya.

Dan Country Programs terdiri dari:


Salah satu kegiatan yang paling ditunggu tunggu adalah Country Program, di mana kapal Nippon Maru akan berlabuh di Port of Call dan peserta dapat merasakan homestay selama tiga hari dua malam. 


Selama program Homestay, selain membawa peserta ke tempat tempat destinasi wisata keluarga biasanya akan mengajak hidup seperti warga setempat. 


Peserta akan tinggal bersama satu orang peserta dari negara lain dengan keluarga angkat. Di atas merupakan foto saya dengan keluarga angkat dan teman saya dari Thailand.


Sebagian besar waktu digunakan di dalam kapal Nippon Maru. Saya merasakan Program ini sangat bermanfaat karena saya dapat menjalin hubungan persahabatan dengan banyak orang dari berbagai negara.



Terima kasih Dauky karena telah memilih saya menjadi Duta Dauky dan membantu saya dalam mengikuti program yang mengubah hidup saya ini.





     Pagi itu saya tengah dalam perjalanan dari kota Barcelona menuju kota Paris. Kereta TGV berkecepatan tinggi membawa diri saya seorang diri. Saya menggenggam kuat buku bacaan dan paspor serta tiket kereta di tangan saya. Mata awas melihat kondisi sekitar dan telinga saya pasang baik-baik mendengar pengumuman dari masinis kereta. Saya sedikit paranoid dengan bepergian seorang diri, sekalipun saya suka, mengingat kemampuan navigasi arah yang sangat buruk dan tidak bisa diandalkan, sekalipun saya berusaha kuat.

Barcelona – Paris. 01 September, 2012.

     Sekian jam berlalu, saya mulai bisa santai menikmati pemandangan di luar kereta. Perjalanan dari Barcelona menuju Perancis ini melewati bagian selatan dari Perancis. Southern France! Tempat yang selalu menempati porsi besar di hati saya sebagai tempat yang ingin saya datangi. Terlihat dari dalam kereta jalan-jalan kecil yang dipeluk hangat oleh lautan mediterania. Tampak juga perahu-perahu kecil bersandar di dermaga ditiup angin musim panas dan berkas cahaya matahari yang terpantul kesana kemari.
            
     Kereta berhenti sejenak di sebuah stasiun entah berantah. Terlintas di kepala untuk mengubah rencana perjalanan dan turun di stasiun ini, terbujuk lanskap kota di selatan Perancis. Impulsif. Tiba-tiba seorang gadis muda di depan saya menyeletuk,

      “I’ve been visiting Paris since I was 12 years old. Perhaps it is more than five or six times I visited Paris. But never visited Bucharest, my own capital city. Even once.” Kami sempat berkenalan di awal perjalanan tadi. Gadis ini berusia 25 tahun, asal Romania, tengah dalam perjalanan yang sama ke kota Paris.

     “No you’re kidding me.” Sahutku tidak percaya.

     “Really. Just because I hate my country at all. I hate the fact I was born in Romania.” Tegas wanita itu sambil menlanjutkan alasan-alasan mengapa dia sangat membenci negaranya, sampai tak sudi pergi ke kota apapun di Romania selain kota kelahirannya.

     Aku menggangguk seolah setuju mendengar cerita-ceritanya. Kereta pun kembali melanjutkan perjalanan.

Aku tidak pernah percaya ada benci yang terlalu. Sama halnya dengan tidak ada cinta yang terlalu.”

***

Gare du Nord. 01 September 2012.

     Tiba di Paris. Kota cinta, kata mereka. Entah siapa yang pertama kali menjuluki demikian. Saat itu langit sudah sore. Musim panas membara Barcelona digantikan dinginnya angin kencang kota Paris. Saya mencari tempat duduk, mengeluarkan sweater dari tas dan memulai menyusun strategi bagaimana mencapai hostel.

“Love (noun); A strong feeling of affection.” – Oxford Dictionary


Tepi sungai Seine, 02 September 2012

     Kami memilih salah satu tempat di tepi sungai Seine untuk menyantap bekal makan siang kami. Sepotong baguette, roti sarden kalengan dan saus mayonaise yang dibeli di supermarket sebelumnya saya campur menjadi satu dan saya lahap. Makan siang di tepi sungai Seine dibalut obrolan hangat tiga teman perjalanan kesayangan saya, Candrika, Mira dan Cileng, siang itu. Sungguh momen makan siang yang tidak boleh saya lupakan seumur hidup saya.




      


     Tampaknya saya mulai mengerti. Mereka menemukan cinta pada lembutnya aliran sungai Seine, pada hangatnya langit biru, pada berkas-berkas cahaya yang memantul di pyramid Muse du Louvre, pada gerak-gerik lihai tangan pelukis yang berdiri serius menatap pahatan patung di dinding gereja Notre Dame, pada setiap tegukan bir di teras café sepanjang jalan bahkan pada daun-daun oranye yang berserak  di taman-taman kota. Ya, saya yakin mereka dapatkan cinta di sana.

"Affection (noun); A gentle feeling of fondness or liking." -Oxford Dictionary

Pont des Arts, September 2012

     Mungkin ada ribuan gembok cinta yang terkunci pada jeruji jembatan pelengkung Pont des Arts. Konon katanya pemerintah kota Paris harus melepas ribuan gembok dan mengeruk kunci dari dasar sungai Seine setiap dua hari sekali. Sungguh, segitu banyak kah cinta di kota ini?



   
      Saya dibuatnya mengingat sebuah film Perancis yang bercerita tentang betapa tidak bahagianya mereka tinggal di kota Paris. Betapa mereka menyesali hidup di kota itu. Orang yang hidup kota cinta adalah orang yang paling tidak merasakan cinta.

     Pada akhir abad 18, Alexandre Gustave Eiffel yang merancang dan membangun menara Eiffel menuai banyak kritik dari masyarakat Paris dan berbagai kalangan pelaku seni. Mereka menolak pembangunan tiang besi raksasa yang menurut meraka merusak keindahan kota Paris. Seorang penulis berkebangsaan Perancis, Guy de Maupassant, selalu menghabiskan waktu makan siang di sebuah restaurant yang ada di menara Eiffel karena tempat itu satu-satunya tempat di mana Ia bisa makan siang tanpa harus melihat menara Eiffel. Namun kini menara Eiffel telah menjadi icon kota Paris yang mendunia.


“Sungguh tak boleh ada benci yang terlalu. Begitu pun dengan cinta yang terlalu.”
***

     
     Malam di Paris kami habiskan dengan duduk di salah satu jembatan sungai Seine. Memandang lampu-lampu yang menghiasi tepi jembatan. Tampak kapal-kapal pesiar yang menyajikan makan malam di dalamnya. Malam mulai beranjak, kami mencari restauran setempat yang menyajikan masakan lokal. Kami sudah berjanji bahwa sesampainya di Paris harus pernah mencicipi salah satu old French dish. Scallops yang dimasak dengan anggur putih adalah pilihan yang tepat. 

     Malam masih panjang, kami kembali menyusuri kota Paris di malam hari. Melewati toko buku Shakespare and company yang sedang menggelar acara bedah buku tertutup, café-café di pinggir jalam, Notre Dame di malam hari dan kembali ke menara Eiffel. Malam kami tutup dengan duduk memandang permainan lampu dari Eiffel sambil menegak sebotol Sangria yang saya bawa dari Spanyol.

 


     Tiga tahun berlalu, kenangan akan kota Paris kembali menyeruak melihat ramai berita serangan teror di kota Paris. Sedih. Sampai-sampai saya berusaha apatis dan menjauh dari berita itu. Berusaha sekuat mungkin untuk tidak ikut asal komentar dan menghakimi atau mengutuki apapun tentang berita itu. 

     Hanya saja kini meninggalkan sedikit pergumulan dari pikiran dingin saya, "Ternyata cinta yang terlalu pun dapat merusak, tak jauh bedanya dengan benci yang terlalu." Karena cinta yang terlalu, seseorang (atau sekelompok) dapat berbuat hal yang menyakiti diri sendiri dan orang lain. Terlepas dari itu, benarkah ada kota yang penuh cinta? And how to find one?
But the thing a lot of people love most about a city is what happens in between all of that.



Judulnya sangat cheesy, tapi coba google deh Bordeaux dan kamu bakal nemuin gambar sederet kastil dengan cermin di depannya yang sangat cantik. Kebetulan dari awal kami exchange, host kami sudah menjadwalkan agar pada minggu terakhir saya dan teman teman exchangee saya bisa pergi ke Bordeaux. Mereka bilang Bordeaux termasuk 'it destination'.


Day 1

Kami kebetulan sampai cukup malam sehingga tidak sempat berfoto foto. Yang jelas ketika kami sampai kami langsung bergegas ke tempat menginap kami di Auberge Jeunesse Bordeaux sebuah youth hostel yang tersebar di setiap kota di Prancis. Tempatnya sangat bersih dan harganya murah, dulu kami mendapatkan satu tempat tidur dengan harga sekitar 15 Euro sudah termasuk makan pagi. Harganya akan lebih murah apabila usia kita di bawah 25 tahun.  



Day 2

Sebelum beranjak ke venue berikutnya. Pertama tama saya perkenalkan dudlu teman teman exchange saya. Ada Denise dari Taiwan, Vanessa dari Italia, Amr dari Mesir dan Mira teman exchange saya dari Indonesia. Sebenarnya masih ada dua lagi tapi mereka baru bisa menyusul di malam hari. Yang jelas bersama mereka ber enam lah saya menghabiskan sebulan penuh di Poitiers. Dan perjalanan ke Bordeaux ini merupakan perjalanan kami yang terakhir. 


And as usual, we can't get enough macarons...


Highlight dari hari kedua kami di Bordeaux adalah Grand Théâtre de Bordeaux yaitu sebuah teater yang sangat besar dan karena sedang tidak ada acara kami berkesempatan masuk ke dalam museumnya. Baju baju yang biasa dipakai di opera dipajang dan semuanya bisa dibilang super niat. They gave huge effort on small details.





Dan pergi di Bordeaux belum lengkap tanpa berdiri telanjang kaki di spot paling terkenal. Miroir d'eau atau air cermin. Katanya tempat ini merupakan kolam cermin terbesar di dunia. 



Day 3

Kami sudah sangat lelah dan memutuskan untuk mengahbiskan seharian di Bordeaux Jardin Public, atau bahasa mudahnya taman kota Bordeaux. Salah satu kebiasaan orang Prancis yang sering kami contoh ketika disana adalah piknik! Entah kenapa menurut kami orang Prancis sangat suka mengobrol dan biasanya mereka bisa sampai tertidur di taman. Sehingga pada suatu hari kami mencoba untuk membeli mayonaise, baguette dan smoked turkey slices dan mencoba untuk makan di taman. Dan akhirnya keterusan setiap melihat taman kami selalu jadi ingin piknik. Lebih utamanya sih karena lelah dan ingin melihat peta.






Secara keseluruhan saya menyukai Bordeaux untuk belanja dan kuliner. Kata orang Bordeaux terkenal dengan winenya. Mungkin karena itu saya lebih menyukai Nantes dan lebih memilih kesana kalau exchange boleh diulang lagi.
Masih ingat dengan band Beirut? Mereka adalah sebuah band indie dengan lagu andalannya berjudul Nantes. Jadi pada tahun 2012 silam, saya berkesempatan untuk melakukan exchange di Poitiers, Prancis. Kebetulan host dan teman teman exchange saya berencana untuk pergi ke La Rochelle, sebuah kota pantai yang hanya beberapa jam dari Poitiers. Saya dan Mira, teman exchange saya pun segera mencari di peta di mana La Rochelle itu, dan ternyata tidak jauh dari La Rochelle ada sebuah kota bernama Nantes. Kami segera teringat dengan lagu Beirut tersebut. Tanpa persiapan, kami segera membooking covoiturage

Covoiturage adalah sebuah website yang cukup terkenal di Prancis, kita bisa pergi ke luar kota dengan cara ikut mobil orang lain hanya dengan bayaran patungan bensin saja. Akhirnya kami mencari mobil yang akan berangkat dari Poitiers ke Nantes, untuk mengakses website ini perlu bantuan host kami karena semuanya dalam bahasa Prancis.

Kami pun dapat mobil yang akan pergi ke Nantes! Tanpa research apa apa sebelumnya akhirnya kami memberanikan diri ke kota tersebut dan kami punya waktu kurang dari 24 jam sebelum berangkat ke La Rochelle. Senangnya lagi, pemilik mobil fasih dalam berbahasa Inggris.


 Le voyage à nantes

Kebetulan kami sampai di Nantes sudah cukup malam. Kami memutuskan untuk berjalan jalan mengelilingi Nantes karena di langit tampak banyak cahaya warna warni, kami segera mencari sumber cahaya itu.





Ternyata sedang ada party di dalam kastil! Tepatnya di Château des ducs de Bretagne. Ada berbagai macam band Prancis yang tidak pernah kami dengar sebelumnya. Tapi musik yang mereka mainkan sangat ear catchy, ditambah orang orang berdansa, makan dan minum, serta banyak lampu di mana mana yang membuat meriah kastil itu. Ternyata ini adalah bagian dari rangkaian acara Le voyage à nantes, acara turisme yang dibuat oleh pemerintah Nantes.

Nobody raise your voices. Just another night in Nantes
- Beirut, Nantes 


Les Machines de L'ile Nantes


sumber
Esok paginya kami berniat ke Les Machines de L'ile Nantes atau Machines of the Isle of Nantes. Dari poster poster yang tersebar di seluruh kota, tempat ini seperti taman hiburan tapi dengan desain ala Da Vinci steam machine. Dan hasil bertanya tanya ke pusat informasi turis, ini atraksi yang wajib didatangi di Nantes.






Untuk ke sana, kita harus menyeberangi jembatan yang cukup panjang dari Nantes. Dan benar saja, tempat tersebut didesain dengan mesin mesin yang artistik. Ada dua permainan waktu itu, yang pertama The Great Elephant, di mana kita menaiki robot berbentuk gajah yang sangat besar mengelilingi tempat ini. Dan yang kedua adalah The Marine Worlds Carousel, sejenis carousel tapi bukan kuda yang kita bisa naiki, tapi monster monster laut yang terbuat dari mesin sebesar tiga tingkat.

Kami akhirnya mencoba carrouselnya dengan harga 8 Euro, sudah termasuk bonus bisa masuk ke workshop di mana kita bisa melihat proses pembuatan tempat ini. Kagum banget melihat semuanya!


Passage Pommeraye

Salah satu hobi saya selama kuliah di Yogyakarta adalah nonton film Prancis di Institut Français d'Indonésie atau yang dulunya dikenal dengan Lembaga Indonesia Prancis. Sebelum exchange saya sempat nonton sebuah film berjudul Lola yang bercerita tentang penari kabaret yang bertemu dengan teman remajanya. Endingnya sudah bisa ditebak, tapi yang buat saya jatuh cinta dengan film ini adalah lokasi pengambilan gambarnya yang sebagian besar diambil di sebuah lorong perbelanjaan yang antik.

Singkat kata ketika saya dan Mira lagi sibuk berjalan jalan dari satu toko ke toko lainnya, kami nggak sengaja ketemu tempat ini! So unexpected, saya nggak nyangka ternyata Lola bertempat di jantung kota Nantes.




Kami juga berkunjung ke sebuah pattiserie yang sangat besar bernama Pain de Sucre Pattiserie dan mencoba macarons Prancis untuk pertama kalinya. Rasanya enak banget. Crispy on the outside, creamy on the inside!



Saya jatuh cinta dengan kota ini, karena banyak hal yang didapatkan dalam waktu 24 jam kami di sana. Dibandingkan dengan kota lain di Prancis yang kami kunjungi, Nantes adalah kota yang paling artsy. Dari segi orang orangnya, maupun kotanya. Setiap beberapa meter apabila kita berjalan di pusat kota Nantes akan melihat instalasi seni kontemporer yang dipasang. Bahkan pada malam hari kanal di kota Nantes dipasang video yang diproyeksikan ke airnya sehingga orang orang bisa menontonnya dari atas. Mungkin karena inilah Beirut membuat lagu mengenai kota ini. Just another night in Nantes.
      Hola! Kira-kira dua minggu yang lalu, saya membaca sebuah artikel menarik dari Huffingtonpost yang berjudul Why You Should Travel Blog YourNext Trip (Even if You're Not a Blogger). Mengutip beberapa kalimat dari artikel tersebut,
"Unless you are already a diligent journaler during trips, you are probably forgetting most of what you did on your last voyage abroad (you know it's true!)." -Huffingtonpost
      Benar banget! Buru-buru saya mengirim link artikel ini ke Candrika, sambil mengenang perjalanan-perjalanan apa saja yang sudah saya lupakan.  Jujur, salah satu contohnya, saya pernah mengunjungi kota Budapest tapi lupa apa saja yang saya datangi. Bagaimana suasana kotanya, seperti apa karateristik penduduk lokalnya dan apa saja yang saya lakukan di sana. Bahkan setelah mengingat dengan keras, hal yang saya ingat cuma dua. Satu saya pernah makan makanan khas Hungaria, goulash, seperti gulai tapi hambar. Hambar blas. Dua, saya dan kedua teman saya, Mira dan Ipil, kecipratan air hujan yang diinjak mobil di lampu merah sampai basah kuyup kepala ke kaki. Maka saya pun mencoba membuka kembali folder foto perjalanan selama di kota ini, sembari mengingat...
Kota Pest dipandang dari ketinggian Kota Buda. (Budapest, Hungary, Juli 2012)
"So before you pack your bags for your next voyage, you should start a travel blog. Not to make money, and not get a million people to follow you, but for yourself, and maybe for other people you know. Many non-bloggers don't realize that you can blog without it being a big deal--you can do it just for fun." -Huffingtonpost
      Tahun 2012 lalu saya dan Candrika sebenarnya sudah membuat travel blog Kiwi and Fox yang tujuan utamanya untuk mendokumentasikan perjalanan kami sekaligus mengasah kemampuan fotografi kami. Saya pribadi sih supaya bisa memajang foto-foto perjalanan yang terbengkalai di harddisk. Daripada menumpuk, ya mending dibagi dan dipajang aja, ibaratnya seperti punya rumah galeri foto sendiri!
 Selain berbeda ketinggian yang membedakan, Buda dan Pest juga dipisahkan oleh Sungai Danube.
(Budapest, Hungary, Juli 2012)
      Saya juga punya hobi  bengong dan  melamunkan  perjalanan-perjalanan yang lalu sambil senyum-senyum sendiri. Maka dengan adanya catatan tertulis dan foto-foto  dari tiap perjalanan, akan lebih mudah dan asyik bagi saya untuk melamun  kan? Ya mungkin saja sepuluh-dua puluh tahun lagi saya bisa ngelamun bareng anak cucu sambil baca cerita-cerita sendiri! Namun karena satu dan lain hal, sorry, karena satu hal, yaitu malas, maka pada tahun 2012 itu juga kami memutuskan untuk saying good bye dengan Kiwi and Fox.

      Tiga tahun berlalu, 2012-2015. Banyak pengalaman yang sudah kami lalui dan tempat baru yang kami singgahi masing-masing. Sayang sekali kami melewatkan begitu saja. Tapi untuk memperbaiki kesalahan kami, maka saya dan Candrika sepakat untuk melanjutkan dan menata kembali blog ini. Terima kasih untuk Candrika yang sudah merombak  ulang dan me-make up blog kita, yeah! Asyik banget tampilannya! (Selera kita sama ya, Din :))
"And yes, photographs can help you remember quite a bit, but we all know that there are plenty of activities that aren't conducive to cameras, times when we leave them at home, and feelings that a camera just can't capture. Do you want to just lose your those moments forever?" -Huffingtonpost
      Rencanya kami akan melanjutkan posting perjalanan-perjalanan yang lalu sambil mengingat-ingat pengalaman di sana. Ke depannya kami juga akan berusaha mulai menulis tempat baru apa saja yang besok berkesempatan kami kunjungi masing-masing, perasaan apa yang kami alami saat mengunjungi sebuah tempat, kisah stranger apa yang kami dengar, topik pembicaraan apa yang kita bahas dengan teman seperjalanan, kamar-kamar budget seperti apa yang kami tempati, makanan apa yang kita cicipi bahkan buku apa yang kami baca dalam perjalanan. Because our trip is like no other!

"Consider travel blogging as the New Postcard, and you can't go wrong with what you share, even if it's just with yourself. -Huffingtonpost
      


Love,

Kiwi and Fox